Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Kesaksian Langkana

Oleh Kunni Masrohanti Benarlah kataku Resah itu pasrah Bebas tak berbekas Didadaku Kau lepas segalamu Amukmu radangmu sayangmu Dalam peluk diam seribu batu  Kau sandarkan jua pedih itu  Biar tak bersuara Aku tahu itu yang tersirat Itu yang kau sebut laknat Saksiku saksi pulau Langkana jauh tak pun risau Serisau risaumu  Yang kau tinggal di jantungku

Sudah bukan lagi

oleh Kunni masrohanti Telah ku kirim setangkai mawar Dari sudut mata di mejamu Masihkah aku hilang dalam tinta Gelap gelap Butaku menyumbat janji sepenggal maut  Yang menari-nari di jarimu Tak sekata menitip apa Pesan jangankan Bukan lagi kukirim setangkai mawar Akankah kau menulis Aku pun begitu Pekanbaru,1999 

Sunset Sun

oleh Kunni Masrohanti Matahari telah tenggelam dari koh brothers Timbul tenggelam timbul tenggelam Lalu timbul lagi untuk tenggelam berkali-kali Aku pesan padamu sun Jangan pergi untuk kembali Lalu pergi berkali-kali Batam,1999

Puisi Hari Menuai

Hari Menuai  oleh: Amir Hamzah Lamanya sudah tiada bertemu tiada kedengaran suatu apa tiada tempat duduk bertanya tiada teman kawan berberita Lipu aku diharu sendu samar sapur cuaca mata sesak sempit gelanggang dada senak terhentak raga kecewa Hibuk mengamuk hati tergari melolong meraung menyentak rentak membuang merangsang segala petua tiada percaya pada siapa Kutilik diriku kuselam tahunku timbul terasa terpancar terang istiwa lama merekah terang merona rawan membunga sedan Tahu aku kini hari menuai api mengetam ancam membelam redam ditulis dilukis jari tanganku.

tertinggal

oleh Aristanti Ridha Pramitasari Setiap menit adalah perjuangan. Tapi tubuh kita terlalu ringkih untuk melawan. Kebosanan dan Kepenatan. Entah darimana datangnya. Mungkinkah ia menelusup dari balik ventilasi dan pintu? Sebagai udara panas kala siang? Atau wajah-wajah baru disekitar kita. Ini bukan lagi rahasia bahwa, kita tak lagi bersama. Perpisahan kita tak ubahnya pengasingan diri. Ikan hias yang terpisah dari induknya. Rumah yang ditinggal pemiliknya.

Pisau

ku tahu betapa hancurnya hatimu saat ini, bagaikan partikel debu  beterbangan tak kasat mata melayang diudara tak berwarna jangan tanya bagaimana bisa daku tahu sedangkan diri ini serasa bagai pisau tajam menghujam kejam di antara lembut lapisan-lapisan hati  yang mengapitku sehingga patahlah kedua bagian itu. lalu kulihat patahannya meluruh, perlahan memadat menjadi partikel debu berterbangan tak kasat mata  melayang diudara tak berwarna

Rumit

Gambar
Apakah bila aku pernah berbuat salah , itu berarti aku harus  mengakuinya dihadapanmu dan bertekuk lutut  demi memohon cintamu kembali? Sesaat kuratapi dalam-dalam pada cermin kehidupan, sungguh.... betapa hinanya diriku dimatamu saat ini. Rasanya hanya ingin kembali pada masa pertama dimana kita baru bertemu  dan aku mulai jatuh hati padamu dalam diam... ya, hanya aku dan Tuhan yang tahu, meskipun pernah juga harus menahan rasa sakit tatkala melihatmu dengan yang lain dan menyadari bahwa kamu hanya akan mengabaikan sebentuk hati serta perasaan nan tulus ini, Tapi harus ku akui itu jauh lebih baik  sebelum pada akhirnya aku terjebak dalam posisi rumit ini yang akhirnya membunuhku jua. sungguh tiada ku sangka seseorang yang sepanjang bulan singgah dihatiku, penyejuk hari-hariku yang gersang kini berubah menjadi sebuah harapan yang berbalik menikam tuan rumah